Teori ekonomi positif

| | 0 komentar

Teori ekonomi positif menjelaskan fenomena ekonomi dan bisnis melalui spesifikasi variabel yang saling terkait. Teori yang dikemukakan Friedman (1953) ini merupakan sekumpulan proposisi (penjelasan sifat dan realita) yang terdiri dari konstruk yang didefinisikan secara luas dan menghubungkan berbagai unsur yang terdapat dalam proposisi tersebut. Teori ekonomi positif, menurut Friedman (1953), pada hakekatnya terbebas dari ikatan berbagai aspek etika, sebagaimana dikemukakan Keynes. Dia lebih mengacu ke istilah “apa adanya” (what it is) daripada ke istilah “seharusnya demikian” (it should be.

Dengan demikian, fungsinya harus dinilai berdasarkan ketepatan (precision), bidang kajian (scope), dan kesesuaian peramalan berdasarkan pada pengalaman. Ringkasnya, ekonomi positif adalah, atau dapat dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan yang objektif (objective science), seperti halnya ilmu fisika.

Teori akuntansi positif merupakan varian dari teori ekonomi positif. Teori ini berkembang seiring dengan kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktik-praktik akuntansi yang ada di masyarakat, what it is (Watts dan Zimmerman, 1986). Teori ini memiliki pijakan yang berbeda dibandingkan dengan akuntansi normatif, yang lebih menjelaskan praktik-praktik akuntansi yang seharusnya berlaku, it should be. Teori ini bertujuan menjelaskan meramalkan, dan memberi jawaban atas praktik akuntansi. Di samping itu, teori ini juga meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata. Validitas teori akuntansi positif dinilai atas dasar kesesuaian teori dengan fakta atau apa yang nyatanya terjadi (what it is).

Untuk lebih mudah dipahami contoh teori akuntansi positif adalah praktik akuntansi yang saat ini sering kita dengar antara lain creative accounting, earning management, big bath, dan income smoothing. Pada dasarnya praktik akuntansi ini sudah dilakukan cukup lama, tetapi praktik ini semakin mencuat diantaranya pada kasus ENRON, dan Worldcom yang terjadi pada tahun 2000. Kasus ini mengakibatkan krisis kepercayaan publik terhadap auditor. Kasus ini telah meruntuhkan KAP Arthur Andersen, tidak saja keluar dari The big five, bahkan sampai pencabutan ijin usaha. Kasus inilah yang menjadi titik tolak bagi para auditor dan lembaganya untuk meningkatkan kembali jaminan terhadap hasil audit mereka.

Sedangkan akuntansi normatif adalah praktik akuntansi yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Aturan tersebut dikenal dengan nama Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau GAAP. Salah satu bagian kecil dari PABU adalah SAK atau standar akuntansi Keuangan.

SAK yang ada sekarang dikeluarkan oleh IAI melalui suatu organ yang kita kenal dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Dewan ini bertugas untuk menyusun draft standar akuntansi keuangan yang akan diberlakukan. Draft tersebut terlebih dahulu didiskusikan dengan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK) untuk kemudian dikeluarkan draft-nya. Bila telah diperoleh masukan, dilakukan sosialisasi (public hearing) untuk memperoleh masukan lebih banyak lagi dari masyarakat luas (pemakai laporan keuangan). Selanjutnya, bila tidak ada masalah lagi, maka IAI akan mengesahkan standar tersebut dan diberlakukan secara efektif.
Berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat mendirikan badan penyusun standar akuntansi yang berada di luar asosiasi profesi. Badan ini adalah Financial Accounting Standards Board (FASB) yang tidak berada di bawah AICPA melainkan di bawah Financial Accounting Foundation (FAF). Badan ini berwenang penuh dalam menentukan standar akuntansi yang akan ditetapkan.

Tuntunan atas adanya suatu pendekatan positif terhadap akuntansi terjadi ketika Jensen menyatakan bahwa “penelitian dalam akuntansi (dengan satu atau dua pengecualian yang dapat di catat) tidak bersifat ilmiah.. karena fokus penelitian ini telah sangat normatif dan terdefinisi”. Jensen selanjutnya meminta akan adanya “perkembangan suatu teori akuntansi positif yang akan menjelaskan mengapa akuntansi seperti apa adanya ia, mengapa akuntan melakukan apa yang mereka lakukan, dan apa pengaruh yang dimiliki fenomena terhadap penggunaan orang dan sumber daya.
Pesan mendasar yang kemudian dikenal sebagai “Kelompok Akuntansi Rochester” adalah bahwa hampir semua teori akuntansi tidak bersifat ilmiah karena mereka bersifat normatif dan seharusnya diganti dengan teori positif yang menjelaskan praktek akuntansi aktual dilihat dari segi pilihan manajemen secara sukarela terhadap prosedur akuntansi dan bagaimana standar peraturan telah berubah dari waktu ke waktu.

Dorongan terbesar dari pendekatan positif dalam akuntansi adalah untuk menjelaskan dan meramalkan pilihan standar manajemen melalui analisis atas biaya dan manfaat dari pengungkapan keuangan tertentu dalam hubungannya dengan berbagai individu dan pengalokasian sumber daya ekonomi.

Teori positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer, pemegang saham, dan aparat pengatur/polisi adalah rasional dan bahwa mereka berusaha untuk memaksimalkan kegunaan mereka yang secara langsung berhubungan dengan kompensasi mereka, dan oleh karena itu kesejahteraan mereka pula. Pilihan atas suatu kebijakan akuntansi oleh beberapa kelompok tersebut bergantung pada perbandingan relatif biaya dan manfaat dari prosedur akuntansi alternatif dengan cara demikian untuk memaksimalkan kegunaan mereka.

Ide utama dari pendekatan positif adalah untuk mengembangkan hipotesis atau faktor-faktor yang mempengaruhi dunia praktek akuntansi dan untuk menguji validitas dari hipotesis ini secara empiris:

  1. Untuk meningkatkan keandalan dari peramalan berdasarkan atas pengamatan perataan serangkaian angka akuntansi sejalan dengan suatu kecenderungan yang dianggap terbaik atau normal oleh manajemen.
  2. Untuk menurunkan tingkat ketidakpastian yang dihasilkan dari fluktuasi angka pendapatan secara umum dan penurunan risiko sistematis khususnya dengan menurunkan kovarians pengembalian perusahaan dengan pengembalian pasar.

Tidak seperti hipotesis perataan laba, teori positif dalam akuntansi berasumsi bahwa harga saham bergantung pada arus kas dan bukannya laba yang dilaporkan. Lebih jauh lagi pada pasar yang efisien dua perusahaan dengan distribusi arus kas yang sama akan dinilai sama tanpa memperhatikan perbedaan penggunaan prosedur akuntansi. Masalah utama dalam teori positif adalah untuk menentukan bagaiman prosedur akuntansi mempengaruhi arus kas, dan kemudian fungsi kegunaan manajemen untuk memperoleh suatu wawasan atas faktor yang mempengaruhi pilihan manajer terhadap prosedur akuntansi. Resolusi dari masalah ini di pandu oleh asumsi-asumsi teoritis berikut ini:

  1. Teori agensi berawal dengan adanya penekanan pada kontrak sukarela yang timbul di antara berbagai pihak organisasi sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik kepentingan tersebut. Teori ini berubah menjadi suatu pandangan atas perusahaan sebagai suatu “penghubung (nexus)kontrak” melalui pernyataan Jensen dan Macklin yang menyatakan bahwa perusahaan adalah cerita fiksi legal yang berfungsi sebagai penghubung atas serangkaian hubungan kontrak antara individu. Farma memperluas pandangan “penghubung kontrak” ini dengan mencakup baik pasar modal maupun pasr untuk tenaga kerja manajerial.
  2. Dengan adanya perspektif “penghubung kontrak” terhadap perusahaan ini, teori biaya kontrak melihat peran informasi akuntansi sebagai pengamat dan penegak atas kontrak-kontrak ini untuk menurunkan biaya agensi dari konflik kepentingan tertentu. Satu konflik yang mungkin muncul adalah konflik kepentingan antara pemegang obligasi dan pemegang saham dari perusahaan terhadap utang yang ada. Dalam kejadian seperti ini keputusan yang menguntungkan pemegang saham tidaklah harus selalu keputusan yang terbaik bagi kepentingan pemegang obligasi. Hal ini mungkin meminta perjanjian pemberian pinjaman untuk mendefinisikan aturan perhitungan guna menghitung angka-angka akuntansi dengan tujuan perjanjian yang terbatas.
Sejauh mana pilihan akuntansi mempengaruhi kesejahteraan kontrak bergantung pada besaran relatif dari biaya kontrak. Biaya kontrak ini mencakup:

  1. Biaya transaksi (contoh biaya komisi perantara)
  2. Biaya agensi (contoh biaya pemantauan, biaya obligasi, dan kerugian sisa akibat keputusan yang disfungsional)
  3. Biaya informasi (contoh biaya untuk memperoleh informasi)
  4. Biaya negosiasi ulang (misalnya biaya penulisan kembali kontrak yang ada ketika kontrak dianggap telah tidak sesuai dengan beberapa peristiwa yang tidak dapat diperkirakan)
  5. Biaya kepailitan (contoh biaya hukum untuk memailitkan dan biaya keputusan yang disfungsional)
Pilihan akuntansi tergantung pada variabel-variabel yang mencerminkan intensif manajemen dalam memilih metode akuntansi berdasarkan rencana bonus, kontrak utang, dan proses politik. Sebagai hasilnya ada tiga hipotesis yang dihasilkan; hipotesis rencana bonus, hipotesis modal hutang, dan hipotesis biaya politis. Hipotesis ini secara umum dinyatakan dalam bentuk perilaku oportunistis dari para manajer. Hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Hipotesis rencana bonus berpendapat bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus kemungkinan besar menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laporan laba periode di periode berjalan. Dasar pemikirannya adalah bahwa tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan persentase nilai bonus jika tidak terdapat penyesuaian terhadap metode terpilih.
  2. Hipotesis ekuitas utang berpendapat bahwa semakin tinggi hutang/ekuitas perusahaan yaitu sama dengan semakin dekatnya (semakin ketatnya) perusahaan terhadap batasan-batasan yang terdapat di dalam perjanjian hutang dan semakin besar kesempatan atas pelanggaran perjanjian dan terjadinya biaya kegagalan teknis, maka semakin besar kemungkinan bahwa para manajer menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan laba.
  3. Hipotesis biaya politis berpendapat bahwa perusahaan besar dan bukannya perusahaan kecil kemungkinan besar akan memilih akuntansi untuk menurunkan laporan laba.
Pesan dasar yang selanjutnya menjadi dikenal sebagai “Kelompok Akuntansi Rochester” adalah hampir semua teori akuntansi tidak bersifat keilmuan karena ia bersifat “normatif” dan harus diganti dengan teori “positif” yang menjelaskan praktek akuntansi aktual dalam bentuk pilihan bebas manajemen terhadap prosedur akuntansi dan bagaimana standar peraturan telah berubah dari waktu ke waktu.

Evaluasi Pendekatan Positif

Pendekatan positif melihat pada “mengapa” praktek akuntansi dan/atau teori akuntansi berkembang sebagaimana adanya dengan tujuan untuk menjelaskan dan/atau meramalkan peristiwa akuntansi. Karenanya pendekatan positif berusaha untuk menentukan berbagai faktor yang mungkin mempengaruhi faktor rasional dalam bidang akuntansi. Pada dasarnya ia berusaha untuk menentukan suatu teori yang menjelaskan fenomena yang diamati. Pendekatan positif secara umum dibedakan dari pendekatan normatif yang berusaha untuk menentukan suatu teori yang menjelaskan “apa yang seharusnya” dan bukannya “apa yang ada”. Pendekatan positif sepertinya menimbulkan rasa optimisme yang cukup besar di antara para pendukungnya.

Rasa optimisme ini tidak dimiliki secara hal alamiah oleh semua orang. Satu kritik keras terhadap pendekatan positif didasarkan pada empat hal pokok:

  1. Pernyataan dari Kelompok Rochester bahwa jenis penelitian “positif” yang mereka lakukan menjadi suatu prasyarat bagi teori akuntansi normatif yang berdasar pada suatu kebingungan dari wilayah fenomenal ditingkat-tingkat yang berbeda (anuitas akuntansi berbanding akuntan) dan telah salah.
  2. Konsep “Teori Positif” berasal dari suatu filosofi ilmiah yang sudah usang dan dalam hal apapun merupakan suatu istilah yang kurang sesuai karena teori ilmu empiris tidak membuat pernyataan positif atas “apakah”
  3. Walaupun suatu teori mungkin digunakan hanya untuk peramalan meski telah diketahui salah, suatu teori penjelasan atas jenis yang dicari oleh Kelompok Rochester atau teori yang biasa dipakai untuk menguji proposal normatif seharusnya diketahui tidak akan salah. Metode analisis yang dasar pemikirannya berasal dari fenomena hingga premis yang diterima atas dasar bukti independen adalah metode yang sesuai untuk membangun teori penjelasan.
  4. Bertolak belakang dengan metode empiris yang mencoba untuk melakukan usaha yang gigih untuk menyalahkan teori yang menjadi subyek, Kelompok Rochester memperkenalkan argumen ad hoc sebagai alasan bagi kegagalan teori mereka.
Satu titik lainnya berdasar pada pendapat bahwa teori positif atau “empiris” adalah juga normatif dan bernilai karena teori tersebut biasanya menandai suatu ideologi konservatif dalam dampak kebijakan akuntansi mereka.

Kritik yang terkeras atas teori akuntansi positif (positive accounting theory-PAT) berasal dari Sterling dengan komentarnya bahwa:

  1. Dua pilar dari studi bebas-nilai dan praktek akuntansi adalah hal yang tidak bersifat substantif
  2. Pendukung ekonomi dan ilmu dari teori adalah salah
  3. Hasil pencapaiannya nihil
Sterling juga membuat kesimpulan yang patut untuk tidak kita lewatkan, ia menyatakan bahwa:

…saya merekomendasikan para akuntan untuk menerapkan “pisau bedah milik sterling” yang lemah dan secara memalukan tercuri, dimana konsep akuntansi apapun yang tidak memiliki inti logika umum yang dapat Anda jelaskan pada diri Anda seharusnya dilupakan. Saya percaya bahwa suatu penerapan yang baik atas kriteria tersebut dalam akuntansi akan membuat PAT menjadi suatu industri penginapan dan menggantinya sebagai gaya dominan masa ini, sekaligus memberikan perlindungan terhadap gaya mendatang.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Contact Us

Statistik Blog

© Copyright 2010. yourblogname.com . All rights reserved | yourblogname.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com